Respirasi
LAPORAN PRAKTIKUM FISIOLOGI HEWAN
DISUSUN OLEH:
NAMA : BIOFAGRI A.R
NIM : 10604111
KELOMPOK :3
TANGGAL PERCOBAAN: 15 DAN 22 MARET 2006
TANGGAL PENYERAHAN: 29 MARET 2006
ASISTEN: ENDAH
LABORATORIUM FISIOLOGI HEWAN
PROGRAM STUDI BIOLOGI
SEKOLAH ILMU DAN TEKNOLOGI HAYATI
INSTITUT TEKNOLOGI BANDUNG
2006
1
1. Tujuan
- Mengukur laju konsumsi oksigen pada jangkrik dengan menggunakan
mikrorespirometer
- Mengukur laju konsumsi oksigen pada laba-laba dengan menggunakan
mikrorespirometer
- Mengukur laju konsumsi oksigen pada ikan dengan menggunakan metode
Wingkler
- Mengukur laju konsumsi oksigen pada mencit dengan menggunakan
respirometer Scholander.
2. Teori Dasar
Laju metabolisme adalah jumlah total energi yang diproduksi dan dipakai oleh
tubuh per satuan waktu (Seeley, 2002). Laju metabolisme berkaitan erat dengan
respirasi karena respirasi merupakan proses ekstraksi energi dari molekul makanan
yang bergantung pada adanya oksigen (Tobin, 2005). Secara sederhana, reaksi kimia
yang terjadi dalam respirasi dapat dituliskan sebagai berikut:
C6H12O6 + 6O2 → 6 CO2 + 6H2O + ATP
(Tobin, 2005).
Laju metabolisme biasanya diperkirakan dengan mengukur banyaknya oksigen
yang dikonsumsi makhluk hidup per satuan waktu. Hal ini memungkinkan karena
oksidasi dari bahan makanan memerlukan oksigen (dalam jumlah yang diketahui)
untuk menghasilkan energi yang dapat diketahui jumlahnya juga. Akan tetapi, laju
metabolisme biasanya cukup diekspresikan dalam bentuk laju konsumsi oksigen.
Beberapa faktor yang mempengaruhi laju konsumsi oksigen antara lain temperatur,
spesies hewan, ukuran badan, dan aktivitas (Tobin, 2005).
Laju konsumsi oksigen dapat ditentukan dengan berbagai cara, antara lain dengan
menggunakan mikrorespirometer, metode Winkler, maupun respirometer Scholander.
Penggunaan masing-masing cara didasarkan pada jenis hewan yang akan diukur laju
konsumsi oksigennya.
Mikrorespirometer dipakai untuk mengukur konsumsi oksigen hewan yang
berukuran kecil seperti serangga atau laba-laba. Alat ini terdiri atas syringe, kran 3
arah, tabung spesimen, dan tabung kapiler berskala.
2
Tabung kapiler
Syringe
A
B
C
Kran 3 arah
Tabung spesimen
Kawat kasa
Gambar 1. Mikrorespirometer
Metode Winkler merupakan suatu cara untuk menentukan banyaknya oksigen
yang terlarut di dalam air (Anonim, wikipedia.org). Dalam metode ini, kadar Oksigen
dalam air ditentukan dengan cara titrasi. Titrasi merupakan penambahan suatu larutan
yang telah diketahui konsentrasinya (larutan standar) ke dalam larutan lain yang tidak
diketahui konsentrasinya secara bertahap sampai terjadi kesetimbangan (Chang, 1996).
Dengan metode Wingkler, kita dapat mengetahui banyaknya oksigen yang
dikonsumsi oleh hewan air seperti ikan. Susunan alat yang digunakan untuk
mengukur respirasi ikan diperlihatkan pada gambar 2.
Saluran masuk Saluran keluar
Gambar 2. Alat untuk mengukur respirasi ikan
Respirometer Scholander digunakan untuk mengukur laju konsumsi oksigen
hewan-hewan seperti katak atau mencit. Alat ini terdiri atas syringe, manometer,
tabung spesimen, dan tabung kontrol.
syringe
Tabung spesimen
Tabung kontrol
manometer
Gambar 3. Respirometer Scholander
3
3. Metode dan Tata Kerja
3.1 Mikrorespirometer
Semua komponen dari mikrorespirometer disusun seperti pada gambar 1. Lalu,
kapas kecil dimasukan ke dalam tabung spesimen dan ditetesi dengan larutan KOH
20% hingga jenuh. Setelah itu, kawat kasa dimasukan ke dalam tabung spesimen,
kemudian hewan percobaan (jangrik atau laba-laba) yang telah diukur beratnya
dimasukan ke dalamnya juga. Kran tiga saluran diatur agar saluran antara syringe dan
tabung spesimen (A dan C) terbuka. Setelah itu, kran diatur lagi agar saluran A
tertutup, sedangkan saluran B dan C terbuka. Kemudian larutan Brodie dimasukan
secara perlahan ke dalam tabung kapiler berskala secara perlahan hingga panjangnya
mencapai kira-kira 1 cm. Setelah itu, pergeseran posisi larutan Brodie dapat diamati
dan dicatat.
Jika tetesan Brodie telah bergerak mencapai panjang maksimum dari tabung
kapiler berskala, maka tetesan tersebut dapat dikembalikan ke posisi semula. Kran
diatur agar saluran A dan B terbuka (saluran C tertutup). Kemudian syringe ditekan
dengan hati-hati, dan tetesan Brodie akan terdorong kembali ke posisi awal.
Saat pengamatan sudah selesai dilakukan, perlu dilakukan kalibrasi untuk
mengetahui volume skala yang tertera pada tabung. Mula-mula kran 3 saluran diatur
ke posisi B agar saluran A dan C terbuka. Plunger dari syringe kemudian ditekan
hingga habis. Setelah itu, kran 3 saluran diatur ke posisi C agar saluran A dan B
terbuka, lalu plunger dari syringe ditarik hingga skala 0,5 ml. Banyaknya skala yang
dilewati oleh larutan Brodie dalam tabung kapiler merupakan volume udara sebanyak
0,5 ml.
3.2 Metode Winkler
Botol percobaan atau erlenmeyer dengan volume 2 liter disusun seperti pada
gambar 2. Botol kemudian diisi dengan air secukupnya, dan ikan yang telah diukur
beratnya dapat dimasukan ke dalamnya. Setelah itu botol ditutup dan air dialirkan ke
dalamnya melalui saluran masuk (SM) hingga melimpah keluar melalui saluran keluar
(SK). Dalam melakukan hal ini, gelembung udara diusahakan agar tidak terbentuk.
Air dibiarkan mengalir untuk beberapa saat, dan selama itu ikan dibiarkan untuk
melakukan penyesuaian diri. Selain itu, untuk mengurangi gangguan terhadap ikan
akibat aktivitas manusia di sekitarnya, sekeliling botol diberi penutup.
4
Air yang keluar dari SK ditampung ke dalam botol Winkler 250 ml. Pembentukan
gelembung dan percikan air sebisa mungkin dihindari. Air dibiarkan meluap beberapa
saat, kemudian botol Winkler ditutup tanpa ada gelembung udara. Setelah itu, ujung
SM dan SK segera ditutup. Kadar Oksigen di dalam botol Winkler ini ditentukan
dengan titrasi Winkler sebagai kadar oksigen pada t=0. 30 menit setelah t=0, klem
penjepit SM dan Sk dibuka, lalu air dari SK segera ditampung ke dalam botol Winkler
lain, dan kadar oksigennya diukur dengan metode yang sama.
Dalam metode titrasi Winkler, pertama-tama air di dalam botol Winkler
ditambahkan dengan 1 ml larutan MnSO4. Penambahan dilakukan dengan memasukan
ujung pipet ukur ke dasar botol. Dengan cara yang sama, larutan KOH-KI dimasukan
sebanyak 1 ml. Botol Winkler kemudian ditutup kembali dengan menghindarkan
terjadinya pembentukan gelembung udara. Setelah itu, botol dibolak-balik selama 5
menit agar terjadi pengikatan Oksigen secara sempurna. Setelah terjadi endapan, botol
dibiarkan selama kira-kira 20 menit agar endapan yang terbentuk terkumpul di dasar
botol. Setelah itu, 2 ml larutan di permukaan atas botol dibuang, dan selanjutnya
larutan di dalam botol ditambahkan dengan 1 ml H2SO4 pekat. Botol ditutup kembali,
lalu dibolak-balik hingga larutan menjadi berwarna kuning coklat dan seluruh
endapan larut. Sebanyak 100 ml larutan kemudian dipindahkan ke dalam labu titrasi
(erlenmeyer).
Titrasi 100 ml larutan di dalam erlenmeyer dilakukan dua kali (duplo) dengan
menggunakan larutan Na2S2O3 hingga terjadi perubahan warna larutan menjadi
kuning muda. Setelah itu, larutan amilum 1% ditambahkan ke dalam erlenmeyer
sebanyak 4-5 tetes sehingga warna larutan menjadi biru tua. Kemudian titrasi
dilanjutkan kembali hingga warna biru tepat hilang.
3.3 Respirometer Scholander
Komponen respirometer Scholander disusun seperti pada gambar 3. Kapas
kemudian dimasukan ke dalam botol spesimen lalu ditetesi dengan KOH 20% sampai
jenuh. Setelah itu, kasa plastik diletakan di atas kapas, kemudian mencit yang telah
diukur beratnya dimasukan ke dalam botol spesimen tersebut. Mencit yang baru
dimasukan ke dalam botol spesimen didiamkan dulu selama beberapa saat agar
beradaptasi dengan lingkungan barunya. Setelah itu, syringe ditekan sedikit demi
sedikit untuk melihat kerja dari larutan Brodie pada manometer U berskala. Syringe
ditekan kembali setiap interval 2 menit. Pergerakan larutan Brodie pada manometer
5
dicatat, dan laju konsumsi oksigen dapat dihitung. Percobaan ini dilakukan sebanyak
tiga kali (triplo).
4. Hasil Pengamatan dan Pengolahan Data
4.1 Respirasi Pada Jangkrik
Berat jangkrik : 0,7854 gr
Waktu (menit) Perubahan skala
5 2.5 skala
10 0.2 skala
15 0.01 skala
Jumlah 2.71 skala
Rata-rata 0.9033 skala
Kalibrasi: 0.5 ml ∼15.5 skala maka 1 skala = 0.5/15.5 = 0.0322 ml
V rata-rata = 0.9033 skala x 0.0322 ml
= 0.0291 ml
Jadi, laju konsumsi O2 = 0.0291 mL/ 0,7854 gram / (15/60)Jam
= 0.1482 mL/gram/jam
4.2 Respirasi Pada Laba-laba
Berat laba-laba = 1,48 gram
Percobaan pertama:
Waktu (menit) Perubahan skala
5 7,8 skala
10 2,5 skala
15 1,6 skala
20 1,3 skala
Jumlah 2.71 skala
Rata-rata 3,3 skala
6
Percobaan kedua (duplo)
Waktu (menit) Perubahan skala
5 2,5 skala
10 0,6 skala
15 0,3 skala
20 0,6 skala
Jumlah 4 skala
Rata-rata 1 skala
Kalibrasi: 1 ml = 18,5 skala, maka satu skala = 1/18,5 = 0,054 ml
Rata-rata konsumsi oksigen dari percobaan pertama dan duplo = 3,3 skala + 1
skala / 2 = 2,15 skala
Jadi, volume oksigen yang dikonsumsi adalah 2,15 skala x 0,054 ml = 0,1161 ml
Oleh karena itu, laju konsumsi O2 = 0,1161 ml/1,48gr/(20/60)jam
= 0,235 ml/gr/jam
4.3 Respirasi Pada Ikan
Berat ikan = ...... gr
Pada saat T0:
∆ml Penampakan
2 Warna kuning tua berubah menjadi kuning muda
pertama
3,5 Dari biru (karena amilum) menjadi bening
jumlah 5,5
1,5 Warna kuning tua berubah menjadi kuning muda
duplo
1,4 Dari biru menjadi bening
jumlah 2,9
Rata-rata volume Na2S2O3= 8,4/2 = 4,2 ml
Volume O2 di dalam tabung = 1⁄4 volume Na2S2O3
= 1⁄4 x 4,2 ml
= 1,05 ml
7
Pada saat T30
∆ml Penampakan
pertama 1,1 Warna kuning tua berubah menjadi kuning muda
1,7 Dari biru (karena amilum) menjadi bening
jumlah 2,8
duplo 1,15 Warna kuning tua berubah menjadi kuning muda
1,2 Dari biru menjadi bening
jumlah 2,35
Rata-rata volume Na2S2O3= 2,575/2 = 1,2875ml
Volume O2 di dalam tabung = 1⁄4 volume Na2S2O3
= 1⁄4 x 1,2875 ml
= 0,321875 ml
Jadi, oksigen yang dikonsumsi oleh ikan adalah V0 – V30 = 1,05 ml – 0,321875 ml
= 0,728125 ml
Oleh karena itu, laju konsumsi O2 = 0,728125 ml/15gr/(30/60)jam
= 0,0971 ml/gr/jam
4.3 Respirasi Pada Mencit
kelompok 2
• Berat mencit : 20.1 gram
• Volume O2 : 2.5 mL
• t1 : 1 menit 10 detik
t2 : 1 menit 6 detik
t3 : 54 detik
t rata-rata : 63.33 detik
: 63.33 / 3600 jam
:0,0176 jam
Jadi, V konsumsi O2 = 2.5 mL / 20.1 gram / 0,0176 jam
= 7.0669 mL/ gram /jam
kelompok 5
• Berat mencit : 21.3 gram
• Volume O2 : 2.5 mL
• t1 : 20 detik
t2 : 14 detik
8
t3 : 22 detik
t rata-rata : 18.67 detik
: 18.67 / 3600 jam
:0,0051 jam
Jadi, V konsumsi O2 = 2.5 mL / 21.3 gram / 0,0051 jam
= 23.0139 mL/ gram /jam
kelompok 7
• Berat mencit : 27.6 gram
• Volume O2 : 2.5 mL
• t1 : 1 menit 11 detik
t : 71 detik
: 71 / 3600 jam
: 0.0197 jam
Jadi, V konsumsi O2 = 2.5 mL / 27.6 gram / 0.0197 jam
= 4.5979 mL/ gram /jam
kelompok 9
• Berat mencit : 23.4 gram
• Volume O2 : 2.5 mL
• t1 : 83 detik
t2 : 88 detik
t rata-rata : 85.5 detik
: 85.5 / 3600 jam
:0.02375 jam
Jadi, V konsumsi O2 = 2.5 mL / 23.4 gram / 0,02375 jam
= 4.4984 mL/ gram /jam
Berdasarkan hasil pengamatan dan perhitungan laju konsumsi Oksigen yang
dilakukan oleh beberapa kelompok, rata-rata laju konsumsi oksigen mencit adalah
(7.0669 + 23.0139 + 4.5979 + 4.4984) / 4 = 9.794275 ml O2/gram/jam.
9
5. Pembahasan
Dalam percobaan ini, khususnya pada percobaan yang menggunakan
mikrorespirometer dan respirometer Scholander, digunakan KOH 20%. Fungsi dari
larutan ini adalah untuk mengikat CO2, sehingga pergerakan dari larutan Brodie
benar-benar hanya disebabkan oleh konsumsi oksigen. Adapun reaksi yang terjadi
antara KOH dengan CO2 adalah sebagai berikut:
KOH + CO2 → K2CO3 + H2O (Chang, 1996)
Selain KOH, Larutan Brodie juga merupakan komponen yang penting. Komponen
larutan Brodie adalah NaI, stergent, dan evan’s blue. NaI merupakan senyawa yang
sukar bereaksi, sehingga tidak akan timbul penyimpangan data yang didapat. Stergent
meruakan senyawa mirip detergent yang menyebabkan pergerakan larutan Brodie di
sepanjang pipa kapiler menjadi mudah karena tegangan permukaannya menjadi kecil.
Evan’s blue merupakan senyawa yang menyebabkan larutan Brodie berwarna biru.
Dalam melakukan pengukuran laju konsumsi Oksigen oleh ikan, dilakukan titrasi
Winkler. Air di dalam botol Winkler pertama-tama ditambahkan dengan 1 ml larutn
MnSO4 dan 1 ml larutan basa KOH-KI. Berdasarkan anonim (wikipedia.org), di
dalam susana basa, oksigen terlarut akan mengoksidasi ion mangan (II) menjadi
bentuk “trivalent” dengan reaksi sebagai berikut:
8OH-(aq) + 4Mn2+(aq) + O2(aq) + 2H2O(l) ───→ 4Mn(OH)3(s)
Mn(OH)3 merupakan endapan berwarna coklat kekuningan. Saat pengendapan
telah selesai, sedikit asam sulfat pekat ditambahkan ke dalam botol Winkler. Setelah
itu larutan di dalam botol dikocok hingga semua endapan larut. Suasana asam akan
menyebabkan Mn(OH)3 untuk mengubah ion iodida menjadi iodine dan dirinya akan
tereduksi kembali menjadi ion mangan (II). Reaksi kimia yang terjadi adalah sebagai
berikut:
2Mn(OH)3(s) + 2I-(aq) + 6H+(aq) ───→ 2Mn2+(aq) + I2(aq) + 6H2O(l)
Larutan yang berwarna kuning muda ini kemudian dititrasi dengan Natrium tiosulfat
(Na2S2O3). Reaksi yang terjadi adalah sebagai berikut:
2S2O32-(aq) + I2 ───→ S4O62-(aq) + 2I-(aq)
Dari persamaan stokiometri di atas, akan didapatkan bahwa:
1 mol O2─→ 4 mol Mn(OH)3─→2 mol I2
10
Oleh karena itu, akan didapatkan bahwa volume oksigen yang terlarut di dalam air
sama dengan 1⁄4 x volume yang terpakai dalam titrasi Na2S2O3.
Berdasarkan hasil perhitungan, didapat bahwa laju konsumsi oksigen pada
jangkrik sebesar 0.1482 mL/gram/jam, pada laba-laba 0,235 ml/gr/jam, pada ikan
0,0971 ml/gr/jam, dan pada mencit 9.794275 ml O2/gram/jam.
Berdasarkan literatur yang didapat, (Schmitz,2001), laju konsumsi oksigen oleh
laba-laba jenis Salcitus scenicus dalam keadaan istirahat dan suhu 25oC adalah 2,16
ml/gr/jam, sedangkan pada suhu 20oC adalah 1,86ml/gr/jam. Hasil pengukuran yang
didapat dari praktikum ini hanya sebesar 0,235 ml/gr/jam dalam suhu ruang (kira-kira
27 oC). Perbedaan yang sangat mencolok ini kemungkinan disebabkan karena laba-
laba yang digunakan dalam praktikum dengan laba-laba dari literatur berbeda jenis.
Perbedaan jenis ini tentu saja mengakibatkan perbedaan laju konsumsi oksigen,
karena perbedaan jenis tentu saja menunjukan perbedaan karakter morfologis seperti
ukuran tubuh, serta aktivitas yang dilakukan oleh masing-masing hewan tersebut.
Walaupun begitu, literatur menunjukan sesuatu mengenai laju konsumsi oksigen,
yaitu bahwa suhu mempengaruhi besarnya laju konsumsi oksigen. Hal ini berkaitan
dengan hukum Van’t Hoff, dimana Q10 = K (T+10) + K/T. Rumus ini menunjukan
bahwa kenaikan suhu, kecepatan reaksi akan bertambah besar sampai batas tertentu.
Hal ini berkaitan dengan kinetika reaksi, dimana panas akan menyebabkan energi
kinetik molekul menjadi bertambah besar, sehingga reaksi dapat berlangsung dengan
lebih cepat.
Berdasarkan Gordon (1977), laju konsumsi oksigen ikan mas (Ciprinus carpio)
adalah sebesar 0,14 ml/gr/jam saat inaktif, dan 0,255 ml/gr saat aktif. Laju konsumsi
oksigen oleh ikan yang didapat dari praktikum adalah sebesar 0,0971 ml/gr/jam. Lagi-
lagi didapatkan perbedaan, karena ikan yang dipakai pada praktikum bukan
merupakan ikan mas. Oleh karena itu, tidak dapat ditentukan apakah hasil yang
didapat dari praktikum ini sudah baik atau belum. Akan tetapi, literatur menunjukan
satu hal lagi yang berkaitan dengan laju konsumsi oksigen, yaitu aktivitas. Dapat
dilihat bahwa saat aktif, oksigen yang dikonsumsi akan lebih besar dibandingkan saat
inaktif. Hal ini dikarenakan pada saat aktif, sel-sel tubuh memerlukan lebih banyak
energi, dan karena itu lebih banyak oksigen.
Mencit merupakan hewan endoterm. Berbeda dengan hewan ektoterm yang laju
metabolismenya berubah-ubah sesuai suhu lingkungan, hewan endoterm cenderung
menjaga suhu tubuh yang konstan. Akan tetapi, mereka secara umum membutuhkan
11
lebih banyak energi untuk menjaga kekonstanan suhu tubuhnya yang cukup tinggi
tersebut. Berdasarkan Gordon (1977), dalam keadaan istirahat, seekor mencit
memiliki laju konsumsi oksigen sebesar 2,5 ml/gr/jam, sedangkan pada saat aktif
sebesar 20 ml/gr/jam. Hasil pengukuran yang didapat saat praktikum menunjukan
bahwa laju konsumsi oksigen oleh mencit adalah sebesar 9.794275 ml O2/gram/jam.
Hal ini menunjukan bahwa mencit ini tidak sedang berada dalam keadaan istirahat,
namun tidak dalam keadaan yang sangat aktif pula.
Berdasarkan pembahasan di atas, didapatkan beberapa faktor yang mempengaruhi
laju konsumsi oksigen, yaitu spesies hewan, suhu lingkungan (terutama bagi hewan
ektoterm), dan aktivitas. Selain ketiga hal tersebut, ukuran tubuh juga menentukan
besarnya laju konsumsi oksigen (Tobin, 2005). Untuk hewan endoterm, hewan yang
berukuran tubuh kecil akan memiliki laju konsumsi oksigen per unit massa yang lebih
besar dibanding hewan yang berukuran lebih besar.
6. Kesimpulan
- Laju konsumsi oksigen pada jangkrik adalah 0.1482 mL/gram/jam
- Laju konsumsi oksigen pada laba-laba adalah 0,235 ml/gr/jam
- Laju konsumsi oksigen pada ikan adalah 0,0971 ml/gr/jam
- Laju konsumsi oksigen pada mencit adalah 9.794275 ml O2/gram/jam
7. Daftar Pustaka
Chang, R. 1996. Essential Chemistry. Mc Graw Hill Company, Inc, USA.
Seeley, R.R., T.D. Stephens, P. Tate. 2003. Essentials of Anatomy and Physiology
fourth edition. McGraw-Hill Companies
Tobin, A.J. 2005. Asking About Life. Thomson Brooks/Cole, Canada.
Anonim. http://www.wikipedia.org.
Sssttt.... Ini lapran punya kak agri lho!!!
digilib.itb.ac.id/files/.../jbptitbpp-gdl-biofagriar-26421-1-lapprak-i.pdf
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Silahkan komentar! Tidak menerima komentar yang bersifat SARA :)